Tanggal 23 Juli kemarin kita kembali memperingati Hari Anak Nasional. Diproklamirkan bersamaan dengan pengesahan Undang-Undang Kesejahteraan Anak pada 23 Juli 1979, terhitung 46 tahun sudah hak-hak anak Indonesia dirayakan.
Melansir dari Direktorat Sekolah Dasar, Hari Anak Nasional merupakan momentum untuk menjamin pemenuhan hak-hak anak, yaitu hak hidup, tumbuh, berkembang, berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Hak Anak Untuk Hidup di Lingkungan yang Bersih dan Sehat, Masihkah Terpenuhi?
Di tengah krisis perubahan iklim, kenaikan suhu ekstrem, kekeringan massal, dan berbagai kerusakan lingkungan membuat banyak anak kehilangan haknya untuk tumbuh dan berkembang secara layak.
Sayangnya, kebanyakan makanan dan air yang kita konsumsi pada hari ini sudah banyak tercampur mikroplastik yaitu potongan plastik yang sangat kecil (berdiameter 5mm) hasil dari pembakaran, cacahan maupun penguapan plastik.
Berdasarkan Jurnal Enviromental Pollution yang dilansir dari Kompas, mikroplastik ditemukan pada 90% sample protein seperti daging ayam, daging sapi, makanan laut, daging babi, dan tahu. Selain daging, mikroplastik juga terbukti mendiami sayuran seperti wortel, kentang, apel, dan pir, serta beras dan air kemasan.
Melalui penelitian Zhao dan Yu dalam Jurnal Environmental Science & Technology 2024, Indonesia juga didaulat sebagai negara pengonsumsi mikroplastik terbanyak di dunia, yaitu sebanyak 15 gram mikroplastik per bulan atau setara dengan 3 buah kartu kredit.
Pernah membayangkan makan kartu kredit? Tentu tidak, bukan? Tapi, sebanyak itulah plastik yang kita makan secara tidak sengaja, per bulannya.
Dampak yang ditimbulkan dari mikroplastik juga tidak main-main. Melansir World Wide Fund for Nature (WWF), mikroplastik dapat mengakibatkan iritasi saluran pernapasan dan pencernaan, melemahkan sistem kekebalan tubuh, mengganggu kognitif dan perkembangan anak, hingga memicu kanker.