Bedah Peraturan Negeri Pengelolaan Sampah di Negeri Mahu, Saparua Timur, Maluku Tengah

Beberapa waktu yang lalu saya mengikuti kegiatan bedah buku secara daring: “Waste to Energy: Teknologi Pengolahan Sampah menjadi Energi” – Prof. Ir. Arief Budiman, MS., D.Eng., IPU. Menurut saya, kegiatan bedah buku ini bermanfaat, karena calon pembaca bisa mendapatkan gambaran sekilas isi buku langsung dari sang penulisnya. Isi buku yang biasanya cukup tebal, sebagian halamannya dapat dibedah dan dipelajari oleh pendengar melalui sebuah webinar yang berdurasi sekitar dua jam.

Inspirasi bedah buku ini membuat saya memiliki ide untuk membuat tulisan mengenai “bedah peraturan”. Negara ini kelihatannya memiliki cukup banyak peraturan, bahkan pada tahun 2023 Prof. Mahfud MD sempat menyinggung soal jumlah aturan-aturan, yang dianggap sudah terlalu banyak di Indonesia. Seringkali peraturannya sudah ada, tetapi penegakannya seringkali yang masih menjadi pekerjaan rumah, salah satunya memang karena kurangnya sosialisasi dan pemahaman dari warga. Inisiatif tulisan mengenai bedah peraturan ini, semoga dapat bermanfaat memberikan sosialisasi peraturan, dan pada kesempatan yang sama memaparkan isi peraturan secara sekilas, agar peraturan ini diketahui, dipahami, dan dipatuhi oleh lebih banyak orang lagi.

Peraturan Pengelolaan Sampah di Negeri Mahu

Negeri Mahu yang terletak di Kecamatan Saparua Timur, merupakah salah satu negeri pertama di Kabupaten Maluku Tengah yang telah memiliki Peraturan tentang pengelolaan sampah. Peraturan  ini memang tidak secara eksplisit berbunyi pengelolaan sampah, tetapi poin-poin pentingnya telah tercantum pada Peraturan Negeri no. 3 tahun 2023 tentang Perlindungan Sumber Daya Alam (SDA) ini. Peraturan ini bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap sumber daya pada kawasan serta pesisir pantai, laut, dan sepanjang sungai yang ada di Negeri Mahu, sehingga pemanfaatan SDA akan terkendali secara bijaksana dan proporsional, agar dapat menjamin terpenuhinya keadilan generasi kini dan generasi masa depan.

Saya menilai Peraturan Negeri Mahu ini sangat visioner, karena peraturan telah disusun dengan mempertimbangkan keadilan untuk kebutuhan generasi masa depan. Dalam peraturan asal 7, dituliskan bahwa kewajiban untuk melindungi, mempertahankan, dan menjaga kelestarian, dibebankan pada pemerintah negeri dan setiap orang.

“Pemerintah Negeri dan Masyarakat berkewajiban merehabilitasi lingkungan alam yang telah rusak — bunyi Pasal 7 Peraturan Negeri Mahu no. 3 tahun 2023 tentang Perlindungan Sumber Daya Alam”

Sumber daya alam yang telah rusak, khususnya plasma nutfah atau keanekaragaman hayati, akan sulit untuk diperbaiki. Bayangkan saja, spesies laut seperti Dugong (Dugong dugon), Penyu Hijau (Chelonia mydas), dan Hiu Martil (Sphyrna lewini) tidak akan pernah bisa dilihat lagi oleh generasi masa depan apabila mereka sudah benar-benar punah. Kepunahan spesies menjadi sebuah hutang mahal yang tidak pernah bisa kita bayarkan pada anak cucu kita. Padahal, beberapa spesies ini bisa jadi merupakan spesies penting untuk ekosistem laut. Sebagai contoh, ikan kakatua (Chlorurus microrhinos) berfungsi mengendalikan pertumbuhan berlebihan dari alga yang menempel pada karang. Ikan ini juga mampu memakan karang yang mati dan mengolahnya menjadi pasir putih. Menurut cerita Orang Banda, populasi ikan kakatua mampu menghasilkan pasir pantai sebanyak 10 ton per tahun.

Leave a Reply